MELEPAS PENAT

MELEPAS PENAT
Love Bali

Jumat, 16 September 2011

Psikologi Timur

PSIKOLOGI TIMUR

Pengaruh penting Psikologi Timur terhadap sejarah perkembangan Psikologi secara umum dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pemikiran, tradisi intelektual dan religius Daerah Timur yang terkadang lebih kompleks dan bervariasi daripada Dunia Barat membawa kemajuan yang baru bagi perkembangan intelektual, yang kemudian diwujudkan dengan penemuan-penemuan kembali tulisan-tulisan kuno oleh ilmuwan-ilmuwan Daerah Timur.
2. Ketertarikan terhadap filsuf-filsuf kuno maupun modern dari Asia dan sistem kepercayaannya, hingga sekarang semakin memperluas dan mempertanyakan asumsi-asumsi di balik studi tentang human process.

·         The Crossroads: Persia and The Middle East
Sarjana Islam dan Guru Yahudi yang telah memelihara dan menjaga bagian pokok tulisan-tulisan Yunani kuno dan memperluas interpretasinya dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan medis.
Avicenna dipandang sebagai pendiri Scholastic Phylosophy, mendahului Albertus Magnus. Penaklukan oleh Islam menyebabkan pemikiran-pemikiran Timur dikembangkan dari versi aslinya menjadi “centers of intellectual achievement” di dunia Arab dan Dunia Barat Eropa.
Filsafat religius bangsa Persia kuno diwakili oleh kitab seorang pendeta, Zarathustra/Zoroaster, yaitu Avesta yang berisi pengetahuan dan kebijaksanaan, yang juga merupakan dasar pengajaran Zarathustra. Avesta memuat sekumpulan doa,legenda,puisi dan hukum yang menggambarkan pertentangan antara dewa kebaikan dan iblis.
Individu terikat dalam pertarungan antara yang baik dan yang buruk, dn memiliki kebebasan untuk memilih di antara keduanya. Psikologi ini mengarahkan pada etika dan nilainya menekankan pada kejujuran dan ketaatan.
Lambat laun kepercayaan Zarathustran mengenai mitologi dewa matahari dan dewi kesuburan serta sifat unggul Ahura-Mazda kian kabur, meskipun ajaran filsafatnya masih terpakai dan menckaup banyak hal (far-reaching). Sebenarnya, pertentangan antara yang baik dan yang buruk yang dsampaikan di dalamnya sejalan dengan filsuf Yunani, Empedokles. Penekanan pada keesaan Tuhan sama dengan ajaran Judaisme, dan beberapa ajaran Zarathustran memberikan pengaruh pada pemikiran orang Yahudi. Bahkan, terdapat korelasi antara ajaran umat Nasrani dengan tradisi Zarathustran. Dalam menjembatani komunitas Hindu di India, Dunia Arab dan Yunani di Timur Tengah, Persia mempunyai posisi yang menguntungkan dan berpengaruh dalam menyatukan ketiganya.

·         India (The Vedas dan Upanishads)
Sebagai tempat kelahiran Buddha, tempat historis umat Hindu, target invasi Muslim, objek eksploitasi oleh kolonial Inggris,India menjadi sebuah storehouse pengetahuan-pengetahuan yang mendalam dan bervariasi.
Sebagian besar pengetahuan kuno India berasal dari kitab Veda, yang merupakan sekumpulan pelajaran, hymne, puisi, dan prosa yang dikompilasikan dari pengajian lisan.
Walaupun terkesan ambigu dalam makna dan agak membingungkan dalam pengorganisasiannya, empat kitab Veda masih bertahan, yakni :
1. Rig-Veda : berisi hymne-hymne pemujaan
2. Sama-Veda : berisi pengetahuan tentang melodi
3. Yajur-Veda : berisi ritual pengorbanan
4. Atharva-Veda : berisi hal-hal magis (Magics)

Tiap kitab Veda terbagi dalam empat sektor, yakni : Mantras (hymne), Brahmanas (doa-doa ritual), Aranyaka (teks khusus untuk pertapa) dan Upanishads (kajian untuk para filsuf).
Rig-Veda mungkin adalah yang paling populer sebagai literatur karena memuat banyak hymne dan puisi pemujaan pada berbagai objek ibadah, matahari, bulan, angin, fajar dan api. Sedangkan Upanishads lebih menekankan pada kebijaksanaan ajaran Hindu dalam kaitannya manusia dengan dunianya.
Ketidakpercayaan pada kemampuan intelektual dan pengetahuan indrawi menjadi topik yang dominan, sebagai pencarian atas pengendalian diri, kesatuan, dan pengetahuan universal. Proses pencapaian tujuan ini melibatkan penumpahan segala ilmu, partisipasi, bahkan kesadaran partikular yang hanya berlangsung sebentar saja.
Dugaan untuk mewujudkan tujuan tersebut disebut Atman yang menggambarkan jiwa dari segala jiwa. Atman juga sebagai karakter yang tak berbentuk, sangat tersembunyi, sebuah definisi teraplikasi pada intisari individual, sehingga dikatakan kita bukanlah mind, body atau keduanya tetapi kita impersonal, netral dan menyerap realitas.
Upanishads adalah metode spriritual yang menyelamatkan kita dari terlepasnya ikatan antara particular dan material. Perpindahan esensi manusia dipandang sebagai hukuman atas kehidupan iblis dan reinkarnasi merupakan jalan pelepasan ikatan tersebut. Dengan menghilangkan keinginan individual melalui kehidupan pertapa, kita dapat keluar dari individualisme dan terserap kembali ke dalam kesatuan menyeluruh dari “Yang Ada” (Being).
Tujuan-tujuan yang diungkapkan dalam Upanishads mengarahkan pada psikologi yang sangat bertentangan dengan dasar filosofis ajaran Barat. Namun lambat laun Upanishads mengakui bahwa individu menegaskan dirinya sendiri sebagai proses adaptasi dan perkembangan yang sempurna.

·         India (Hindu Science and Phylosophy)
Ilmuwan-ilmuwan Hindu mengembangkan sistem kompleks dalam bidang matematika. Ilmuwan yang terbesar adalah Aryabhata (ca.500) yang menggunakan sistem desimal dalam argumennya mengenai revolusi bumi pada porosnya.
Studi fisikanya didasari oleh teori filsafat yang menekankan pada dasar kehidupan tergantung pada atom yang berinteraksi dalam cara yang berbeda dalam menghasilkan objek dan kejadian lingkungan yang bervariasi.
Ilmu kimianya mempelopori industri yang berkembang pesat, seperti pembuatan kaca, pencelupan kain dan penyamakan.
Dunia medisnya menghasilkan proyek besar dalam anatomi dan fisiologi, antara lain mengenai sistem otot manusia. Kedokteran India pada awalnya memandang penyakit sebagai kesalahan sistem/terganggunya salah satu dari empat humors (udara, air, lendir dan darah), sehingga tumbuh-tumbuhan (herbs) digunakan sebagai obatnya.
Tujuan pengetahuan bukan untuk mengetahui dan memprediksi aktivitas manusia dalam lingkungan, tetapi lebih untuk membebaskan diri dari particular dan material. Filsafat yang mendasari psikologi di India terekspresikan dalam enam sistem, yaitu :
1. The Nyaya System (argumen/alasan), metode investigasi dan berpikir di India, tujuan utamanya mencapai Nirvana, menggunakan silogisme bahwa ilmu dapat membimbing individu untuk membebaskan diri.
2. The Vaisheshika System, menyatakan bahwa kenyataan merupakan komposisi dari atom dan kehampaan.
3. The Sankhya System, sistem tertua yang mengidentifikasikan 25 realitas yang menyokong dunia.Tubuh diskemakan secara terperinci sebagai substansi yang mengandung intelektualitas, kemampuan indrawi, mind, organ perasaan dan tindakan. Jiwa (spirit) digambarkan sebagai seorang manusia, prinsip fisik yang memberi substansi sebuah kehidupan, bersifat universal dan plural, bukan individual.
4. The Yoga System, membebaskan tubuh manusia dari hasrat/nafsu badaniah dan pengetahuan indrawi melalui kekuatan supernatural dengan jalan meditasi.
5. The Purva-Mumansa System, menggunakan mind untuk mensari kebenaran.
6. The Vendanta System, merupakan perluasan kitab Veda yang menyatakan prisnsip pertamanya bahwa Tuhan dan jiwa (soul) adalah suatu kesatuan, merngaplikasikan ajarannya pada pencarian insight, keterbukaan, disiplin diri dan keinginan untuk menemukan kesatuan dan kebahagiaan dalam Tuhan.
Implikasi penting filsafat Hindu dalam psikologi :
1. Individu memiliki karakteristik sebagai bagian dari kesatuan yang lebih besar.
2. Penegasan individualitas dipandang bukan hanya berarti bagi dirinya sendiri, tapi lebih kepada sebuah aktivitas yang diminimalkan dan dihindari.
3. Penekanan pada humanisme yang berdasar pada konsep dasar Hindu.

India ( Buddism)
Buddha berkeliling dari kota ke kota untuk menyebarkan doktrinnya yang dipasang sebagai benang/sutra untuk menyentakkan ingatan seseorang. Ajarannya bertumpu pada kesusahan dan kesengsaraan yang melingkupi pengalaman manusia, pada intinya pencapaian Nirvana dengan hidup yang abadi, sejenis dengan pembebasan pada ajaran Hindu.
Filsafat religinya menitikberatkan bahwa pengetahuan indrawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan kita, sebagai individu kita tidak bebas memilih nasib karena sudah ditentukan oleh determinasi kebiasaan, hereditas/keturunan dan kejadian-kejadin di lingkungan.
Psikologi Buddha lebih mengarah kepada Behaviorisme dan Materialistik, menerima pula reinkarnasi.

China (Early Philosophies)
Sumber tercatat yang paling awal adalah buku metafisika, Book of Change (the I-Ching) yang berisi trigram mistis yang mengidentifikasaikan hukum dan elemen alam. Tiap trigram bercabang menjadi tiga jalur yang masing-masing berlanjut dan mewakili prinsip laki-laki Yang yang menindikasikan petunjuk, aktivitas dan produktivitas positif dan merupakan simbol suci dari cahaya, panas dan hidup. Jalur lainnya patah dan menggambarkan prinsip wanita Yin yang mengindikasikan petunjuk negatif dan pasif , juga sebagai simbol suci kegelapan, dingin dan kematian.
Lao Tze yang menulis buku Tao Te Ching ( Book of the Ways and of the Virtue) yang mendasari ajaran Taoisme yang menawarkan jalan menuju kehidupan yang bijaksana, menolak bentuk pengetahuan agar kehidupan lebih simpel dan dekat dengan alam. Taoisme tidak menawarkan alternatif, penjelasan realistis mengenai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

China (Confusius)
Pemikiran utama Confusius ditulis dalam sembilan seri buku. Lima buku pertama menerangkan tentang norma kesopanan, komentar tentang I-Ching, prinsip-prinsip moral, sejarah negara dan legenda ternama dari China. Keempat buku yang terakhir berisi ajaran-ajaran filosofisnya.
Ajaran moral Confusius berdasar pada komitmen individu dalam penghormatan, kejujuran dan harmoni pribadi. Menurutnya, keluarga merupakan unit kritik sosial yang mendukung individu dan bertindak sebagai pembatas terhadap lingkungan sosial yang lebih kompleks.
Konfusianisme bukan filsafat yang komprehensif, berisi ajaran-ajaran praktis yang mengarahkan pada tindakan moral dan politik, sehingga merupakan tipe filosofi aplikasi dengan beberapa tambahan metafisis.
Filsafat Konfusianisme mengarah pada konservatisme yang menyokong komunitas China, menekankan pada keluarga, ciri khasnya pada loyalitas pada hubungan, menyediakan basic framework di dalam institusi poltik, pendidikan, militer dan ekonomi.
China (Later Philosophies)
Mo Ti , seorang filsuf cinta yang universal, menolak ajaran Confusius, mengembangkan bukti-bukti logis untuk menunjukkan keberadaan roh dan hantu, ajarannya menjadi dasar Chinesse Pacifism.
Yang Chu, mengembangkan teori dasar yang menolak eksistensi Tuhan dan kehidupan setelah mati, pandangan hidupnya cenderung hedonis, yang mencari kesenangan dalam hidup.
Mencius,menawarkan pandangan yang lebih moderat, menyatakan kewajiban sosial dapat membuat kehidupan manusia menjadi baik, dalam praktiknya dia mengajarkan kepemimpinan dan kebajikan individu.
Chuang-tzn, menganut ajaran Taoisme yang back to nature.
Dalam filosofi China, kemampuan intelektual tidak menempati peranan yang dominan. Isu-isu religius, moral dan politik yang dipadukan memberikan pengaruh pada perhatian ilmiah, termasuk psikologi. Takhayul, skeptisism, ritual nenek moyang, toleransi sosial, kebajikan dan panteisme menjadi topik dominan dalam literatur China dan pemikirannya.
Psikologi dibatasi dalam skala konformitas dan non-konformitas dengan etika moral yang dapat diterima oleh masyarakat isu-isu psikologi diintregasikan dengan tujuan-tujuan keabadian melalui kebajikan dan kejujuran

Japan
Korea dan Jepang adalah penerima budaya Cina. Legenda Jepang mengajarkan bahwa pulau keramat diciptakan oleh dewa yang melahirkan kaisar pertama yang berhasil mematahkan garis silsilah. Masyarakat Jepang di zaman feodal dibagi berdasarkan kasta. Kaisar adalah figur pemimpin dan kekuatan sesungguhnya diletakkan pada shogun yang dimunculkan biasanya setelah kekuatan perjuangan meliputi peperangan sengit dan intrik politik. Setiap pemimpin didukung oleh ksatria yang disebut samurai yang berjumlah lebih dari satu juta orang di berbagai periode pada zaman feodal Jepang. Mereka mengikuti aturan kaku yang berdasar pada kesetiaan, keberanian dan kepekaan yang besar terhadap martabat dan kehormatan. Pekerjaan sebenarnya dilakukan oleh seniman, petani kecil, dan pedagang. Ada pula budak dalam jumlah besar, hampir lima persen dari populasi yang menjadi kriminal atau orang yang dijerumuskan ke perbudakan. Para pekerja dikenai pajak tinggi dan dipekerjakan sebagai buruh pada tuan lokal atau pada negara.
Agama tertua di Jepang, Shinto berdasar pada ibadat nenek moyang dan mempunyai kepercayaan yang sedikit lebih sederhana untuk tradisi dan beberapa ritual kebangsaan dan doa. Pada tahun 552 Buddisme diimpor dari Cina. Buddisme di Jepang menjadi sebuah penegasan bersifat positif dari kepercayaan pada dunia berbudi luhur. Versi Buddisme ini cocok sekali dengan jenis dari pengendalian sosial yang ada ditandai dengan struktur hierarki dari masyarakat Jepang. Confusianisme diperkenalkan di Jepang pada abad ke enam belas. Guru besar Confusian dan pembuat essay terkenal bernama Hayashi Rizan (1583-1657) dikenal sebagai sarjana dan memenangkan perubahan dari Buddisme dan perkenalan dini Kristen. Walau universitas pertama di Jepang didrikan di Kyoto pada abad ke delpan, komitmen sebenarnya untuk pendidikan yang lebih tinggi tidak muncul sampai abad ke tujuh belas dengan kedatangan Tokugawa Shogunate (1603-1867). Di tahun 1630 di Yedo, Hayashi Razan memulai sebuah sekolah unutk administrasi negara dan filsafat Confusian, yang kemudian menjadi Universitas Tokyo. Kaibara Ekken (1630-1714) adalah filsuf Confusian terpopuler di akhir zaman feodal Jepang. Guru termasyhur yang menekankan kesatuan dari seseorang di dalam lingkungan. Ia menyokong kehidupan berbudi tinggi unutk menerima harmoni dengan alam. Jepang kemudian menjadi pusat belajar Confusian. Soho Takuanm (1573-1645) memperlihatkan individu sebagai sebuah refleksi mikrokosmik dari jagad raya; disiplin diri dapat memimpin dan mengontrol peristiwa dari luar. Baigan Ishida (1685-174) meyakinkan bahwa pikiran secara fisik berdasar dan sensitif pada masukan lingkungan. Ishida mengajarkan bahwa isi dari pikiran adalah tergantung pada linkungan, jadi kepribadian berubah seiring dengan perubahan masukan, Ho Kamada (1753-1821) meyakinkan bahwa terdapat 14 emosi dan mengusulkan sebuah kode secara psikologi yang berdasar pada kehidupan berbudi tinggi untuk mencapai kebahagiaan diri. Filsafat Jepang pada akhir zaman feodal kaya akan interpretasi secara psikologi. Ketika Jepang secara cepat beralih dari masyarakat feodal ke masyarakat industri di akhir abad ke-19, Jepang membangunsebuah sistem pendidikan bermutu tinggi berdasar pada komitmen yang tinggi untuk belajar. Kesetiaan , gabungan dan kekuatan keluarga, semua disusun ke dalam organisasi industri Jepang.


TEORI DOLLARD dan MILLER
Teori Perkuatan Dollard dan Miller
Teori ini termasuk dalam aliran Behaviorisme moderat dan merupakan modifikasi serta penyederhanaan Teori Perkuatan Leonard Clark Hull yang dihasilkan oleh kerjasama dari John Dollard dan Neal Miller. Selain itu, teori ini juga bertolak dari Teori Psikoanalitis serta temuan-temuan dan generalisasi dari antropologi sosial. Maka tidak diragukan lagi teori ini bercorak klinis dan sosial. Dalam makalah ini, Teori Perkuatan Dollard dan Miller akan dibagi secara ringkas ke dalam lima sub pokok bahasan (mulai dari Eksperimen Laboratorium, Struktur Kepribadian, Dinamika Kepribadian, Perkembangan Kepribadian, serta sub bab Psikopatologi) dan kemudian akan disajikan studi kasus film “Detik Terakhir” menggunakan Teori Perkuatan Dollard dan Miller.
Eksperimen Laboratotium
Teori Perkuatan Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang.
Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya bel saja yang dibunyikan.
Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah bel listrik dibunyikan.
Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan juga asosiasinya (bunyi bel listrik)) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat perkuatan.
Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka (R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya adalah rasa lapar, haus, dan seks.
Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi (SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan dalam diri individu.
Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik; sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik.
Struktur Kepribadian
Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon. Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian.
Sejumlah kebiasaan melibatkan respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang bersifat dorongan (drive). Dorongan itu sendiri merupakan stimulus yang cukup kuat untuk mengaktifkan perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
· Dorongan Primer (primary drives):
Adalah dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau fisiologis, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini dianggap kurang penting oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia karena fungsinya telah tergantikan oleh dorongan sekunder.
· Dorongan Sekunder (secondary drives):
Merupakan asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti kecemasan, rasa takut, gelisah, dan sebagainya. Dorongan sekunder ini dibandingkan dengan dorongan primer dianggap memiliki peranan yang lebih penting dalam tingkah laku manusia karena lebih tampak secara nyata dan dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap.
Dinamika Kepribadian
Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi. Mereka menguraikan secara rinci perkembangan dan perluasan motif-motif, tetapi mereka tidak membahas taksonomi dan klasifikasi motif. Mereka berfokus pada motif-motif tertentu, misalnya kecemasan, dan analisis motif dibuat untuk menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif. Pengaruh dorongan-dorongan pada manusia menjadi rumit karena munculnya sejumlah dorongan baru. Dorongan-dorongan yang baru merupakan hasil penurunan atau pemerolehan sama seperti dorongan yang dipelajari.
Selama proses pertumbuhan, tiap individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang bertugas membentuk tingkah laku. Dorongan-dorongan yang dipelajari ini diperoleh dari dorongan-dorongan primer, yang merupakan perluasan dorongan-dorongan tersebut, dan merupakan bentuk luar dimana tersembunyi fungsi-fungsi dorongan-dorongan bawaan yang mendasarinya. Stimulus dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulus dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh misalnya kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian besar perbuatan manusia. Implikasi peranan dorongan-dorongan primer dalam banyak hal tidak dapat diamati lagi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa kritis (gagal dalam penyesuaian diri menurut tuntutan kultural masyarakat), orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer.
Perkembangan Kepribadian
Dollard dan Miller menganggap bahwa manusia pada saat lahir dan beberapa saat sesudahnya hanya memiliki sejumlah kapasitas tingkah laku yang terbatas, yaitu: pertama, sejumlah kecil respon khusus yang sebagian terbesar berupa respon terhadap satu atau segolongan stimulus spesifik; kedua, sejumlah hierarki respon bawaan, yakni kecenderungan-kecenderungan melakukan respon-respon tertentu dalam situasi stimulus-stimulus tertentu sebelum respon-respon tertentu lainnya; ketiga, memiliki seperangkat dorongan primer yang berupa stimulus-stimulus internal yang sangat kuat dan tahan lama, serta umumnya berhubungan erat dengan proses fisiologis.
Dalam perkembangannya, manusia mengalami proses belajar yang oleh Dollard dan Miller dikemukakan empat konsep penting di dalamnya, yaitu: dorongan, sebagaimana telah dijelaskan di awal; isyarat (cue), adalah suatu stimulus yang membimbing respon organisme dengan mengarahkan atau menentukan ketepatan sifat responnya (isyarat ini menentukan kapan organisme harus merespon, mana yang harus direspon, dan respon mana yang harus diberikan); respon, merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Dollard dan Miller bahwa sebelum suatu respon tertentu dapat dihubungkan dengan suatu isyarat tertentu maka respon harus terjadi dahulu, dan tahap yang menentukan dalam proses belajar adalah menentukan respon mana yang cocok; dan perkuatan (reinforcement).
Proses-proses belajar yang terjadi mendasari perolehan dorongan sekunder yang merupakan perluasan dari dorongan primer. Stimulus yang kuat dapat membangkitkan respon internal yang kuat, yang lalu menghasilkan stimulus internal yang lebih lanjut lagi. Stimulus internal lanjutan ini bertindak sebagai isyarat untuk membimbing atau mengontrol dorongan yang memaksa organisme bertindak sampai ia mendapat perkuatan atau suatu proses lain yag menghalanginya. Proses perkuatan membuat respon atau perilaku dapat berulang, sedangkan proses lain yang menghalangi dapat secara berangsur-angsur menghapus respon tersebut. Penghapusan respon tersebut dapat juga dilakukan dengan counterconditioning di mana respon kuat yang tidak sesuai disesuaikan pada isyarat yang sama, misalnya stimulus (isyarat) yang menghasilkan respon takut dipasangkan dengan makanan, sehingga lama-lama respon takut tersebut bisa menghilang.
Sebagaimana ahli-ahli psikoanalisis, Dollard dan Miller sepakat bahwa 6 tahun pertama kehidupan merupakan faktor penentu penting bagi tingkah laku orang dewasa. Dan konflik tak sadar bisa dipelajari pada masa ini yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah emosional di kehidupan kemudian.
Psikopatologi
Tidak seorangpun manusia yang berfungsi dengan sedemikian efektif sehingga semua kecenderungannya harmonis dan terintegrasi dengan baik, tetapi juga dapat memunculkan masalah yang disebabkan karena adanya motif-motif atau kecenderungan-kecenderungan yang saling bertentangan yang disebut konflik. Tingkah laku konflik sendiri dijelaskan oleh Dollard dan Miller dengan lima asumsi dasar:
1. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan untuk mendekati suatu tujuan menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat dengan tujuan itu, yang disebut dengan perubahan tingkat mendekati (gradient of approach).
2. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan menjauhi suatu stimulus negatif menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat stimulus itu, yang disebut dengan perubahan tingkat menjauhi (gradient of avoidance).
3. Asumsi yang menyatakan bahwa perubahan tingkat menjauhi lebih tajam dibandingkan perubahan tingkat mendekati.
4. Asumsi yang menyatakan meningkatnya dorongan yang diasosiasikan dengan mendekat atau menjauh akan berakibat meningkatnya bobot perubahan tingkat pada umumnya.
5. Asumsi yang menyatakan bahwa jika ada dua respon yang bersaing maka yang lebih kuat yang akan muncul.
Berdasarkan asumsi tersebut, mereka dapat membuat prediksi bagaimana cara individu menghadapi berbagai tipe konflik:
· Approach-avoidance conflict (tipe konflik mendekat-menjauh)
· Approach-approach conflict (tipe konflik mendekat-mendekat)
· Avoidance-avoidance conflict (tipe konflik menjauh-menjauh)
Selain itu Dollard dan Miller juga mencurahkan sebagian besar teori mereka untuk menjelaskan kondisi-kondisi yang menyebabkan berkembangnya aneka neurosis. Inti setiap neurosis adalah konflik tak sadar yang kuat dan sumber-sumber konflik itu hampir selalu ditemukan dalam masa kanak-kanak individu. Menurut mereka, konflik-konflik neurotik diajarkan oleh orang tua dan dipelajari oleh anak. Karena konflik-konflik neurotik bersifat tidak sadar, maka individu tidak dapat mengarahkan kemampuan-kemampuannya untuk memecahkan masalah. Selama konflik-konflik tetap tidak disadari maka konflik-konflik tersebut tidak hanya akan terus bertahan tetapi juga akan menyebabkan berkembangannya reaksi-reaksi atau simptom-simptom yang lebih lanjut lagi yang berupa akibat-akibat dari kekacauan emosional atau berupa tingkah laku yang memungkinkan individu melarikan diri dari ketakutan-ketakutan dan kecemasan mereka untuk sementara waktu.
Sumber: 
(disarikan dari: Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey (ed. Dr. A. Supratiknya). 1993. PSIKOLOGI KEPRIBADIAN 3: TEORI-TEORI SIFAT DAN BEHAVIORISTIK. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.)

 TEORI WATSON
John Watson (1878-1958)
  • Setelah memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika, dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago. Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena pengaruh Angell. Akhirnya ia memutuskan menulis disertasi dalam bidang psikologi eksperimen dan melakukan studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun 1903 ia menyelesaikan disertasinya. Tahun 1908 ia pindah ke John Hopkins University dan menjadi direktur lab psi di sana. Pada tahun 1912 ia menulis karya utamanya yang dikenal sebagai ‘behaviorist’s manifesto’, yaitu “Psychology as the Behaviorists Views it”.
  • Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran behaviorisme:
    • Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di dalamnya
    • Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psi.
    • Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.
  • Pandangan utama Watson:
    1. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan, termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned
    2. Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p. 173). Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
    3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer.]
    4. Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
    5. Secara bertahap Watson menolak konsep insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
    6. Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
    7. Pandangannya tentang memory membawanya pada pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.
    8. Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture lainnya.
    9. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol

 



Tidak ada komentar: